Di antara deretan kuliner tradisional Jawa yang tetap bertahan di tengah gempuran makanan cepat saji, Serabi Kali Beluk menjadi satu yang mencuri perhatian. Hidangan sederhana berbahan dasar tepung beras dan santan ini ternyata memiliki daya tarik luar biasa yang membuat banyak orang rela menempuh perjalanan jauh untuk mencicipinya langsung di daerah asalnya, tepatnya di Kali Beluk, Kabupaten Batang.
Tidak hanya soal rasa, Serabi Kali Beluk menawarkan pengalaman menyantap kuliner yang sarat nuansa kultural, historis, dan kehangatan khas kampung halaman. Berikut reportase mendalam mengenai keistimewaan kuliner legendaris ini, langsung dari pusat produksinya di bantaran Kali Beluk.
Serabi memang bukan makanan baru di Indonesia. Hampir setiap daerah memiliki versi serabi mereka sendiri, mulai dari Serabi Notosuman di Solo hingga Serabi Bandung. Namun, Serabi Kali Beluk memiliki karakteristik unik yang menjadikannya berbeda dan istimewa.
Menurut cerita warga setempat, tradisi membuat serabi di kawasan Kali Beluk telah ada sejak puluhan tahun lalu. Dulu serabi dibuat untuk kebutuhan hajatan dan selamatan. Tapi lama-lama karena banyak yang menyukai, dan kemudian orang-orang mulai menjualnya.
Nama "Kali Beluk" sendiri merujuk pada sungai kecil yang melintas di wilayah ini. Sungai ini bukan hanya latar geografis, tapi juga menjadi sumber kehidupan sekaligus inspirasi bagi para pengrajin kuliner tradisional.
Yang membuat Serabi Kali Beluk berbeda dari serabi lainnya adalah proses pembuatannya yang masih menggunakan teknik tradisional. Adonan serabi dibuat dari campuran tepung beras, santan segar, dan sedikit garam. Tanpa tambahan bahan pengawet atau perisa buatan, serabi ini mengandalkan kemurnian rasa dan bahan lokal berkualitas.
Proses memasaknya pun sangat khas: adonan dituangkan ke dalam wajan tanah liat (cetakan gerabah) yang diletakkan di atas tungku arang. Panas arang inilah yang membuat serabi matang merata dan menghasilkan pinggiran yang renyah, tapi tengahnya tetap lembut.
Serabi ini biasanya disajikan dengan kinca (saus gula merah dan santan) yang kental dan manis gurih, atau dalam versi asin dengan topping oncom, telur, bahkan irisan cabai untuk yang menyukai rasa pedas. Beberapa penjual juga berinovasi dengan menambahkan topping modern seperti keju dan cokelat, tanpa menghilangkan cita rasa dasarnya.
Salah satu daya tarik utama Serabi Kali Beluk bukan hanya makanannya, tapi juga suasana di mana makanan itu dinikmati. Warung-warung serabi di sepanjang Kali Beluk biasanya berdiri sederhana, dengan bangku kayu panjang dan meja bambu. Udara pagi yang segar, suara gemericik air sungai, dan aroma serabi yang menguar dari tungku menjadi kombinasi yang memanjakan indera.
Tak hanya serabinya uamg bikin nagih, tapi juga suasana kampungnya. Adem, damai, jauh dari hiruk pikuk perkotaan.
Serabi Kali Beluk kerap dijadikan tujuan wisata kuliner bagi pelancong yang ingin merasakan pengalaman otentik dan lepas dari hiruk pikuk kota. Tidak sedikit pula para perantau asal Batang yang menyempatkan pulang hanya untuk menikmati serabi khas kampung halamannya ini.
Popularitas Serabi Kali Beluk kini mulai mengangkat nama daerah tersebut di kancah wisata kuliner. Pemerintah daerah pun mulai melirik potensi ini sebagai bagian dari pengembangan ekonomi kreatif berbasis budaya lokal.
Serabi ini bisa jadi ikon kuliner Batang kalau dikelola dengan baik. Hanya saja perlu dorongan agar UMKM serabi agar naik kelas dan bisa menjangkau pasar digital.
Beberapa langkah seperti pelatihan pengemasan, promosi di media sosial, hingga pelibatan pelaku wisata lokal telah dilakukan untuk mendukung eksistensi para penjual serabi di Kali Beluk. Hal ini diharapkan bisa memperkuat posisi serabi sebagai produk unggulan daerah, sekaligus melestarikan budaya kuliner lokal.
Serabi Kali Beluk bukan sekadar jajanan pasar biasa. Ia adalah representasi dari kekayaan budaya lokal, simbol kehangatan masyarakat Batang, dan bukti bahwa warisan kuliner tradisional bisa tetap bertahan dan relevan di tengah perubahan zaman.
Mengunjungi Kali Beluk dan mencicipi serabi di tempat asalnya adalah pengalaman yang bukan hanya memuaskan lidah, tapi juga menyentuh hati. Di balik kelezatannya, tersimpan nilai-nilai gotong royong, kesederhanaan, dan cinta terhadap tradisi yang patut diapresiasi.